Virus SARS-Cov-2 (
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2) merupakan materi genetik sangat kecil yang memiliki tiga komponen utama, yakni Ribonucleic acid (RNA), Protein, dan Lipid. Pada inti virus corona, terdapat pembawa informasi genetik yang disebut RNA. Untai tunggal dari RNA bertindak sebagai pesan molekuler yang memungkinkan produksi protein yang dibutuhkan untuk elemen lain dari virus. Nukleoprotein adalah protein yang terikat pada rangkaian RNA yang membantu memberikan struktur virus dan memungkinkannya untuk bereplikasi. Spike protein Corona bertindak seperti magnet yang memungkinkan virus menempel pada sel inang dan membukanya untuk infeksi. Seperti semua virus, Virus Corona tidak dapat berkembang dan bereproduksi di luar inang yang hidup.

Virus Corona akan masuk ke tubuh melalui hidung dan mulut. Virus Corona yang menyerang pernafasan ditularkan melalui droplet saat seseorang sedang berbicara, bersin, dan batuk. Gejala dari Virus Corona yang paling sering terjadi adalah demam, batuk kering, kelelahan, diare, ruam pada kulit, hilangnya indra perasa dan penciuman, serta kesulitan bernafas.
Terjadinya COVID-19 yang diawali dari masuknya Virus Corona ke sel tubuh terdiri dari beberapa tahap yang melibatkan enzim ACE2 dan TMPRSS2. Virus Corona yang masuk ke dalam tubuh berikatan dengan reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE2) dan akan diaktivasi oleh TMPRSS2 (Transmembran Protease Serin 2). Virus Corona yang telah berikatan dengan reseptor ACE2 akan masuk ke dalam sel, melakukan replikasi RNA sehingga jumlahnya semakin banyak.

Virus Corona yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan respon imun tubuh dan menimbulkan peradangan. Peradangan dapat memicu terbentuknya radiakal bebas, seperti dalam bentuk
Reactive Oxygen Species (ROS),
Reactive Nitrogen Species (RNS). Di dalam tubuh sebenarnya terdapat antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Namun pada kondisi tertentu antioksidan di dalam tubuh tidak dapat mengimbangi jumlah radikal bebas, sehingga terjadilah stress oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan sel termasuk mitokondria.

Mitokondria adalah bagian dari sel yang berfungsi sebagai penghasil energi dalam bentuk ATP (
Adenosin Tri Phospate). Hal inilah yang menyebabkan pasien yang terinfeksi Virus Corona merasa lemas. Peradangan yang terjadi akibat infeksi Virus Corona juga dapat menjadi sangat berat akibat terjadinya Badai Sitokin yang bila berlanjut dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh sehingga menimbulkan gejala seperti sesak nafas, hilang penciuman, penggumpalan darah serta dapat berlanjut menyebabkan kerusakan pada multiorgan seperti paru, saluran cerna, otak, jantung, hati, ginjal, mata.
Terapi yang lazim diberikan pada pasien COVID-19 :
1. Terapi simptomatik atau sesuai dengan gejala yang dialami, misal jika mengalami demam, maka diberikan obat antipiretik (penurun demam) seperti paracetamol
2. Antiviral, seperti remdesivir dan favipiravir yang berfungsi menghambat replikasi virus (memperbanyak diri dalam sel manusia). Antiviral tidak dapat menghambat masuknya virus ke dalam sel.
3. Antioksidan, seperti vitamin C, D, E, dan Zinc agar tidak terjadi kerusakan sel
4. Anti-inflamasi, imunosupresan seperti steroid untuk mengatasi inflamasi serta menekan badai sitokin
5. Antibiotik, seperti Azitromycin untuk mengatasi infeksi sekunder bakteri
Penggunaan antiinflamasi seperti steroid jika digunakan dalam jangka panjang, dapat menekan HPA axis (
Hipotalamus Pituitary Adrenal) sehingga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk menekan imun tubuh.
Penggunaan antioksidan pada pasien covid-19 bermanfaat mengatasi stres oksidatif. Perlu diketahui bahwa antioksidan memiliki potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini digunakan tolak ukur ORAC (
Oxygen Radical Absorbance Capacity) untuk mengetahui seberapa banyak antioksidan yang dapat diserap tubuh. Semakin tinggi nilai ORAC, semakin bagus potensi suatu antioksidan. Salah satu buah yang memiliki nilai ORAC yang tinggi adalah Maqui berry (
Aristotelia Chilensis) dengan nilai ORAC 10.000-25.000 μmol TE/100 g fw. 1 tablet vitamin C 1.000 mg bernilai maksimal 100 ORAC, sedangkan 1 kapsul
VIRADEF bernilai 10.000 ORAC. Antioksidan seperti vitamin C tidak boleh digunakan berlebihan karena berpotensi menimbulkan kristal oksalat dalam bentuk batu ginjal.
Perlu diingat bahwa Antiviral yang ada di pasaran tidak dapat menghambat virus untuk masuk ke dalam sel, melainkan bekerja untuk menghambat replikasi virus setelah virus sudah masuk ke dalam sel. Sementara itu, produk
VIRADEF dari
BIOTEK FARMASI INDONESIA dapat membantu menghambat infeksi virus masuk ke dalam tubuh.
Produk
VIRADEF diindikasikan untuk membantu menjaga kebugaran tubuh. Jurnal ilmiah menunjukkan komposisi yang ada pada produk ini memiliki beberapa FITUR atau karakteristik, yaitu:
1) Menghambat TMPRSS2 yang mengaktivasi Virus Corona masuk ke dalam tubuh
2) Memiliki antioksidan yang dapat mengurangi stres oksidatif
3) Memiliki efek anti-inflamasi
4) Meningkatkan energi seluler/ATP (Adenosin Tri Phosphate) dan meningkatkan kekuatan otot
Beberapa FITUR di atas memberikan
BENEFIT atau keuntungan bagi pengguna, yaitu:
1) Membantu menghambat infeksi virus masuk ke tubuh
2) Membantu menghambat kerusakan sel, jaringan, dan organ tubuh
3) Membantu mengatasi inflamasi/peradangan akibat badai sitokin
4) Membantu meningkatkan energi yang hilang akibat infeksi virus
Dosis VIRADEF yang dianjurkan:

Produk VIRADEF dari Biotek Farmasi Indonesia ialah produk originator, bukan meniru yang sudah ada. Produk ini dikembangkan berdasarkan penelitian selama bertahun-tahun.
Klik halaman
Produk untuk informasi lebih lanjut.
REFERENSI :
[1] A. Tsoupras, D. Moran, T. Byrne, J. Ryan, L. Barrett, C. Traas and I. Zabetakis, "Anti-Inflammatory and Anti-Platelet Properties of Lipid Bioactives from Apple Cider By-Products," MPDI, vol. 26, pp. 1-2, 2021.
[2] M. Jahantigh, H. Kalantari, S. A. Davari and D. Saadati, "Effects of dietary vinegar on performance, immune response and small intestine histomorphology in 1- to 28-day broiler chickens," Veterinary Medicine and Science, vol. 7, pp. 766-767, 771, 2020.
[3] H. A. Motlagh, A. Javadmanesh and O. Safari, "Improvement of non-specific immunity, growth, and activity of digestive enzymes in Carassius auratus as a result of apple cider vinegar administration to diet," Fish Physiol Biochem, p. 1, 2020.
[4] R. W. J. K. Dhanjal, V. Kumar, S. C. Kaul and D. Sundar, "Why Ashwagandha for Prevention and Treatment of COVID-19?," Applied Microbiology, vol. 3, no. 3, pp. 1-2, 2020.
[5] P. Shree, P. Mishra, C. Selvara, S. K. Singh, R. Chaube, N. Garg and Y. B. Tripathi, "Targeting COVID-19 (SARS-CoV-2) main protease through active phytochemicals of ayurvedic medicinal plants – Withania somnifera (Ashwagandha), Tinospora cordifolia (Giloy) and Ocimum sanctum (Tulsi) – a molecular docking study," JOURNAL OF BIOMOLECULAR STRUCTURE AND DYNAMICS, p. 3, 2020.
[6] M. K. Tripathia, P. Singh, S. Sharma, T. P. Singh, A. S. Ethayathulla and P. Kaur, "Identification of bioactive molecule from Withania somnifera (Ashwagandha) as SARS-CoV-2 main protease inhibitor," JOURNAL OF BIOMOLECULAR STRUCTURE AND DYNAMICS, pp. 1-2, 2020.
[7] S. Wankhede, D. Langade, K. Joshi, S. R. Sinha and S. Bhattacharyya, "Examining the effect of Withania somnifera supplementation on muscle strength and recovery: a randomized controlled trial," Journal of the International Society of Sports Nutrition, pp. 1-11, 2015.
[8] S. Vidyashankara, O. Thiyagarajana, R. S. Varmaa, L. S. Kumarb, U. V. Babub and P. S. Patkic, "Ashwagandha (Withania somnifera) supercritical CO2 extract derived withanolides mitigates Bisphenol A induced mitochondrial toxicity in HepG2 cells," Toxicology Reports, pp. 1004-1005, 2014.
[9] M. Dhawan, M. Parmar, K. Sharun, R. Tiwari, M. Bilal and K. Dhama, "Medicinal and therapeutic potential of withanolides from Withania somnifera against COVID-19," Journal of Applied Pharmaceutical Science, vol. 11, no. 4, pp. 006-011, 2021.
[10] A. B. Kunnumakkara, V. Rana, D. Parama, K. Banik, S. Girisa, H. Sahu, K. K. Thakur, U. Dutta, P. Garodia3, S. C. Gupta and B. B. Aggarwal, "COVID-19, Cytokines, Inflammation, and Spices: How are They Related?," Life Sciences, 2020.
[11] R. Grzanna, L. Lindmark and a. C. G. Frondoza, "Ginger—An Herbal Medicinal Product with Broad Anti-Inflammatory Actions," JOURNAL OF MEDICINAL FOOD, vol. 8, no. 2, p. 130, 2005.